Jumat, 01 Januari 2016

MAKALAH KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PARTISIPATIF



I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Istilah Komunikasi Pembangunan Partisipatif (Kombangpar) mungkin masih terasa asing, bahkan di kalangan akademisi dan praktisi komunikasi pembangunan sendiri di Indonesia. Sebab sekalipun konsep, model, dan penerapannya sudah dikembangkan beberapa dekade lalu namun wacana tentang Kombangpar masih belum dilakukan secara meluas dan intens sampai saat ini. Momentum setengah abad embrio lahirnya Komunikasi Pembangunan, sejak pertama kali Daniel Lerner mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1958 (The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East) dapat pula dijadikan sebagai tonggak penting untuk mulai memahami, mengkaji dan mencari relevansinya bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih belum beruntung karena struktur sosial dan sistem yang kurang berpihak kepada mereka.
Sesungguhnya istilah Kombangpar digunakan sebagai padanan dari Participatory Development Communication yang sudah populer pada pertengahan tahun 1990-an (Bessette dan Rajasunderam, 1996; Bessette, 2004; 2006). Konsepsi lain yang terkait dengan lahirnya Kombangpar adalah Participatory Communication atau Participatory Communication for Social Change (Servaes et al., 1996; Servaes, 2002a; Kim, 2005). Gagasan tersebut muncul sejalan dengan mulai bergesernya paradigma komunikasi pembangunan dari paradigma difusi ke paradigma pemberdayaan. Sekaligus merupakan sebuah alternatif pilihan untuk menjawab kurangnya kontribusi komunikasi pada pembangunan di Negaranegara berkembang selama masa dekade pembangunan pertama yang pernah dicanangkan PBB yang banyak menaruh harapan besar pada komunikasi massa sebagai agen perubahan seperti yang pernah dipromosikan oleh Schramm (1964)


II. PEMBAHASAN
2.1. Pengenalan
Pendekatan komunikasi partisipatif dikandung lebih dari dua dekade lalu. Akar pendekatan partisipatif dalam komunikasi pembangunan dapat ditemukan di tahun-tahun awal 1970an ketika banyak orang dalam komunitas pembangunan mulai dari atas ke bawah pendekatan pembangunan yang dominan pada 1950-an dan 1960-an, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi dari negara-negara sebagai tujuan utamanya. Selama beberapa dekade, keberhasilan negara-negara maju diadakan sebagai model untuk mencapai. Pembangunan itu yang diduga dipicu oleh difusi skala luas dan adaptasi teknologi modern.
Modernisasi seperti direncanakan di ibukota nasional di bawah bimbingan dan arahan dari ahli yang didatangkan dari negara-negara maju. sering, orang-orang di desa-desa yang menjadi obyek dari rencana ini, pertama akan belajar bahwa pembangunan sedang dalam perjalanan ketika orang asing dari kota turned up, sering mendadak, untuk survei tanah atau melihat lokasi proyek. Komunikasi berperan penting dalam mempromosikan modernisasi kepada orang-orang, radio adalah salah satu instrumen utama yang digunakan.
2.2. Komunikasi Partisipatif
Penekanan pada pendekatan interpersonal yang pada awalnya menyarankan skala kecil, pendekatan berbasis masyarakat untuk komunikasi partisipatif. Pidato, media tradisional dan rakyat, dan aktivis kelompok dianggap paling tepat instrument untuk mendukung pendekatan. Pemikiran awal ini diabaikan media massa dengan tidak menyarankan apapun peran mereka. Praktisi di media massa menanggapi berinovasi pendekatan mereka sendiri untuk komunikasi partisipatif. radio komunitas mencetak beberapa keberhasilan awal. Besar model, terpusat dari stasiun kota berbasis digantikan oleh operasi kecil mengudara pada pemancar berdaya rendah yang dimiliki oleh serikat buruh, gereja dan masyarakat lainnya. Orang-orang yang diproduksi dan program bersuara terfokus pada isu-isu lokal, yang themost saat ini dan penting untuk tem. Inovasi seperti didefinisikan peran media besar dalam komunikasi partisipatif.
Evolusi Komunikasi Pembangunan
Model Pembangunan
Model komunikasi
Pendekatan  penyiaran

Pertumbuhan Modernisasi
difusi Top-down

radio petani
Dasar kebutuhan pertumbuhan dengan distribusi

akar rumput Horizontal

forum radio

Ketergantungan
Penyadaran
pertukaran berita
Lain
Partisipatif

radio komunitas
2.3. Pengertian dan Konsepsi Komunikasi Pembangunan Partisipatif
Komunikasi Pembangunan Partisipatif (Kombangpar) sebagai pendekatan alternatif dapat dipandang sebagai “sarana ampuh” untuk memfasilitasi proses-proses partisipatif bila sejalan dengan dinamika pembangunan ditingkat lokal. Pada sisi lain, Kombangpar dapat pula diterjemahkan sebagai suatu aktifitas yang direncanakan dengan matang yang diwujudkan dalam bentuk strategi dan pendekatan komunikasi yang diterapkan dalam seluruh proses pembangunan. Definisi yang lengkap antara lain dikemukakan oleh Bessette (2004) sebagai berikut: ’Komunikasi Pembangunan Partisipatif  adalah suatu aktifitas yang direncanakan yang didasarkan pada proses-proses partisipatif di satu sisi, dan pemanfaatan media komunikasi dan komunikasi tatapmuka disisi lain, dengan tujuan untuk memfasilitasi dialog di antara pemangku kepentingan yang berbeda, yang berkisar pada perumusan masalah atau sasaran pembangunan bersama, mengembangkan dan melaksanakan atau menjabarkan seperangkat aktifitas yang memberi kontribusi untuk mencari solusi yang didukung bersama. Proses-proses partisipatif yang dimaksud adalah adanya partisipasi komunitas, yakni adanya keterlibatan aktif kelompok komunitas yang berbeda, bersama-sama pemangku kepentingan lainnya dan beberapa agen pembangunan serta peneliti yang bekerja dengan komunitas serta para pengambil keputusan. Secara umum yang dimaksud dengan pemangku kepentingan antara lain anggota komunitas (masyarakat), kelompok-kelompok masyarakat yang aktif, aparat pemerintah lokal atau regional, LSM, petugas teknis pemerintah atau lembaga lainnya yang bekerja di tingkat komunitas, para pembuat kebijakan yang semestinya terlibat dalam upaya pembangunan yang berlangsung. Makna komunikasi sendiri mengalami perubahan karena adanya pergeseran peran dari yang fokusnya mengiformasikan dan membujuk rakyat untuk mau mengubah perilaku atau
sikap, kepada menyediakan fasilitas diantara pemangku kepentingan yang
berbeda untuk menentukan masalah bersama. Artinya dari pendekatan topdown, linier dan searah menuju pendekatan horisontal, interaktif dan dialogis. Komunikasi menjadi lebih berorientasi kepada receiver (khalayak penerima) ketimbang kepada sender (sumber). Proses ini dapat berlangsung ketika yang menjadi titik masuknya adalah bukan hanya pada masalah pembangunan itu sendiri, tetapi sasaran atau tujuan yang ditentukan bersama ditingkat komunitas (Servaes & Malikhao, 2002). Pergeseran makna komunikasi memberi konsekuensi pada peranan baru komunikasi yang lebih ditekankan pada kebutuhan untuk membantu seluruh proses melalui pertukaran informasi secara interaktif atau transaksional. Rakyat (komunitas) sendiri yang semestinya mengidentifikasi kebutuhan akan informasi dan komunikasi. Rakyat diposisikan sebagai mitra sejajar dalam mengembangkan pesan dan memproduksi media komunikasi. Melalui komunikasi partisipatif pula dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik di antara kelompok, komunitas dan pemangku kepentingan lainnya. Apakah Perbedaan Kombangpar dengan strategi komunikasi lainnya? Dagron (2001) menyimpulkan bahwa perbedaan paradigmatis antara Kombangpar dan strategi komunikasi pembangunan lainnya mencakup antara lain pada beberapa isu berikut:
2.4. Kekuasaan Pendekatan Partisipatif
Reaksi terhadap modernisasi (dan sampai batas tertentu realisasi ketidakseimbangan struktural global) melahirkan berbagai pendekatan partisipatif. mereka bersama maksud umum secara aktif melibatkan orang yang menjadi "subjek" pembangunan dalam membentuk proses. dalam banyak kasus, bagaimanapun, ini  ujung kesamaan dan sejumlah perbedaan dimulai. partisipasi masyarakat menjadi difinied dalam berbagai cara dan ini mengubah menyebabkan banyak perbedaan pendapat yang belum terselesaikan. umumnya, empat cara yang berbeda partisipasi dapat diamati di sebagian besar proyek-proyek pembangunan yang mengaku partisipatif di alam (Uphoff 1985). mereka dijelaskan di bawah.
·         partisipasi dalam pelaksanaan - orang secara aktif dan dimobilisasi untuk mengambil bagian dalam aktualisasi proyek. mereka diberi tanggung jawab aertain dan mengatur tugas-tugas tertentu atau diperlukan untuk berkontribusi sumber spesified.
·         partisipasi dalam evaluasi - setelah selesainya proyek, orang diundang untuk kritik keberhasilan atau kegagalan.
·         partisipasi dalam manfaat - orang mengambil bagian dalam menikmati buah dari proyek, seperti wter dari pompa tangan, medis, perawatan (dari dokter tanpa alas kaki), sebuah truk untuk mengangkut hasil ke pasar, atau pertemuan desa di comunity baru aula.
·         partisipasi dalam pengambilan keputusan - orang memulai, mendiskusikan, konsep dan rencana Foto aktivitas mereka semua akan lakukan sebagai masyarakat. beberapa tesis mungkin berhubungan dengan area pembangunan yang lebih umum seperti membangun sekolah atau
Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
1)      Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi
2)      Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
3)      Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai berikut:
1.      Kemauan
Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang:
a.    Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan.
b.    Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
c.    Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas sendiri.
d.   Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan.
e.    Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya
2.      Kemampuan
Beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat berpartisipasi dengan baik itu antara lain adalah:
a.    Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.
b.    Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
c.    Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki.  Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998) menyatakan pada hakikatnya kemampuan individu tersuusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
3.      Kesempatan
Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh:
1)      Kemauan politik dari penguasa/pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan.
2)      Kesempatan untuk memperoleh informasi.
3)      Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.
4)      Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat guna.











III PENUTUP

Kesimpulan
Komunikasi Pembangunan Partisipatif sebagai pendekatan memberikan harapan baru dalam memposisikan kembali peranan komunikasi dalam pembangunan yang lebih menitik beratkan pada pemberdayaan masyarakat yang selama ini masih dalam posisi “tertinggal.” Akan tetapi pendekatan ini akan menemui kegagalan yang sama dengan pendekatan yang lama bila tidak terpenuhinya prasyarat berikut:
1.      Perlunya ditumbuhkan keyakinan bahwa setiap individu atau kelompok yang secara potensial akan dipengaruhi program pembangunan harus diberikan hak untuk berpartisipasi secara penuh dalam membuat keputusan.
2.      Komunikasi Pembangunan Partisipatif harus menjamin terwujudnya kerjasama timbal balik pada seluruh tingkatan partisipasi Artinya setiap pihak selalu berusaha mendengarkan apa yang orang lain katakan, menghargai dan menghormati sikap orang lain, serta memiliki rasa saling percaya.
3.      Komunikasi Pembangunan Partisipatif harus mampu menempatkan semua pihak sebagai partisipan yang setara sehingga tidak ada dominasi dalam arus informasi dari salah satu pihak saja (misalnya peneliti dan aparat pemerintah).
4.      Melalui Kombangpar keputusan keputusan dihasilkan secara demokratis melalui proses interaksi dan transaksi secara terus-menerus sehingga komitmen bersama dapat terus dipertahankan.
5.      Komunikasi Pembangunan Partisipatif harus mampu membuka akses dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan semua media komunikasi yang tersedia.




MAKALAH LENGKAP KELAPA SAWIT


MAKALAH
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
(Teknologi Budidaya Tanaman Kelapa Sawit)





OLEH :
KELOMPOK 18

1.      RIANSYAH                                      (D1A1 13 080)
2.      METI ANDRIANI                           (D1A1 13 193)
3.      MUTHIARY NURUL MF.                         (D1A1 13 224)

SEP GENAP

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015







KATA PENGANTAR
ALHAMNDULILLAHIRRABBIL ALAMIN
Segala puji bagi Allah swt Tuhan Semesta Alam. Itulah pujian yang kami panjatkan atas kehadirat Maha besar-Nya Allah swt karena atas limpahan rahmat, karunia dan inayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Teknologi budidaya tanaman kelapa sawit dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah teknologi produksi tanaman.
Kami menyadari penulisan makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan kelemahan maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman mahasiswa, dosen dan pembaca sekalian.




Kendari, 25 Nopember 2015

     Penulis










DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …..i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … .ii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …...1
1.1  Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Rumusan Masalah . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …..2
1.3 Tujuan Penulisan . . . . . . .. . .. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .  .. . . . . . . . . . . .. . .  .. . . . . . . .. . . . . . . .  .  . . . …..3
2.1 Pengertian Kelapa Sawit .. . . . . . . . ..  .. . . . . . . . . . . .. . . . .. . . . . . . . . .. . . . . . . . 3
BAB III PEMBAHASAN  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..…5
3.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . …. .  . . . 5
3.2 Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
BAB IV PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
4.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 22
4.2 Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .22
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ..23











BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990). Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapasawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit. (Sastrosayono 2003).
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumberdevisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105.808 hadengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Sastrosayono 2003). Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia.
Data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas. Produktivitas kelapa sawit adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan produktifitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian hama dan penyakit.
Sektor perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian yang berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor perkebunan dapat menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan adanya dukungan sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil akan dapat menghasilkan devisa non migas dalam jumlah yang besar. Produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan budidaya yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit adalah pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah teknologi budidaya tanaman kelapa sawit ini yaitu :
1.      Bagaimana syarat tumbuh tanaman kelapa sawit ?
2.      Bagaimana teknik budidaya tanaman kelapa sawit ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah teknologi budidaya tanaman kelapa sawit ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui syarat tumbuh tanaman kelapa sawit
2.      Untuk mengetahui teknik budidaya tanaman kelapa sawit

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, skunder, tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar skunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman sekitar 1 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Setyamidjaja, 2006).
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008). Pertumbuhan awal daun berikutnya akan membentuk sudut. Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus ke atas dan berwarna kuning. Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80-120 lembar (Setyamidjaja, 2006).
Tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaan angin dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Setyamidjaja, 2006).
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di daerah antara 120º Lintang Utara 120º Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari dan suhu optimum berkisar 24º -38º C. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum berkisar 0-500 meter (Setyamidjaja, 2006).
Di daerah-daerah yang musim kemaraunya tegas dan panjang, pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dapat terhambat, yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada produksi buah. Suhu berpengaruh pada produksi melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh tanaman. Sampai batas tertentu, suhu yang lebih tinggi menyebabkan meningkatnya produksi buah. Suhu 200C disebut sebagai batas minimum bagi pertumbuhan vegetatif dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-230C diperlukan untuk berlangsungnya produksi buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Persyaratan mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti persyaratan faktor iklim. Hal yang perlu ditekankan adalah pentingnya jenis tanah untuk menjamin ketersediaan air dan ketersediaan bahan organik dalam jumlah besar yang berkaitan dengan jaminan ketersediaan air (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N).Karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).





BAB III 
PEMBAHASAN
2.1  Syarat Tumbuh
Sebagai tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara maksimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi.
Klasifikasi
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas        : Arecidae
Ordo                : Arecales
Famili              : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus              : Elaeis
Spesies            :Elaeis guineensis Jacq.
2.1.1        Iklim
·         Penyinaran matahari 
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 7-5 jam per hari.pertumbuhan kelapa sawit di Sumatera Utara terkanal baik karena berkat iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang tinggi dan curah hujan yang cukup. Umumnya turun pada sore atau malam hari.
·         Suhu 
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan hasil kelapa sawit. Suhu rata-rata tahunan daerah-daerah pertanaman kelapa sawit berada antara 25-27 0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi suhu yang baik jangan terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu semakin rendah hasil yang diperoleh. Suhu, dingin dapat membuat tandan bunga mengalami merata sepanjang tahun.  
·         Curah hujan dan kelembaban
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah tropik, dataran rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500-3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Daerah pertanaman yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran rendah yakni antara 200-400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di atas permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan produksinya pun akan rendah.
2.1.2  Tanah 
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dalam banyak hal bergantung pada karakter lingkungan fisik tempat pertanaman kelapa sawit itu dibudidayakan. Jenis tanah yang baik untuk bertanam kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan organosol/gambut tipis. Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam kelapa sawit ditentukan oleh dua hal, yaitu sifat-sifat fisis dan kimia tanah. 
·         Sifat kimia tanah 
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH 4,0-6,5 dan pH optimumnya antara 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut. Tanah organosol atau gambut mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral dengan lapisan bahan organik yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH rendah. 
·         Sifat fisik tanah 
Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah. Tanah yang baik bagi pertumbuhan juga harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah maupun hara tambahan. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Dalam menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian sifat fisis tanah di antara tipe-tipe tanah memang relatif sulit. 
2.2 Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit 
2.2.1 Persiapan Lahan 
Pembukaan lahan merupakan salah satu tahapan kegiatan dalam budidaya Kelapa Sawit yang sudah ditentukan jadwalnya berdasarkan tahapan pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan jenis lahannya (areal) hutan, areal alang-alang, areal gambut. Supaya areal tersebut dapat ditanami Kelapa sawit maka areal tersebut harus bersih dari vegetasi atau semak belukar yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman pokok. Sedangkan untuk memudahkan dalam pengelolaan tanaman Kelapa sawit dibutuhkan suatu perencanaan tata ruang kebun yang direncanakan pada saat pembukaan lahan dan sebelum penanaman Kelapa sawit (Setyamidjaja, 2003). 
2.2.2 Pembibitan Bibit 
Merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman (transplanting). Menurut Setyamidjaja, (2006), untuk menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas seperti tersebut di atas, diperlukan pedoman kerja yang dapat menjadi acuan, sekaligus kontrol selama pelaksanaan di lapang. Untuk itu berikut ini disampaikan tahapan pembibitan, mulai dari persiapan, pembibitan awal dan pembibitan utama. 
2.2.2.1 Pemilihan Lokasi 
Penentuan lokasi pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan sebagai berikut: 
1)      Lokasi Pembibitan mempunyai jalan yang mudah dijangkau dan mempunyai kondisi baik.
2)      Areal harus jauh dari sumber hama dan penyakit, serta mempunyai sanitasi yang baik. 
3)      Dekat dengan tenaga kerja lapangan sehingga memudahkan dalam pengawasan. 
4)      Dekat dengan tempat pengambilan media tanam untuk pembibitan. Drainase baik, sehingga pada musim hujan tidak tergenang air. 
5)      Dekat dengan sumber air dan air tersedia cukup untuk penyiraman, dengan kualitas yang memenuhi syarat. 
6)      Areal diusahakan mempunyai topografi datar dan berada di tengah-tengah Kebun.
7)      Areal pembibitan harus terletak sedekat mungkin dengan daerah yang direncanakan untuk ditanami dengan memperhitungkan biaya pengangkutan bibit 
2.2.2.2 Luas Pembibitan 
Kebutuhan areal pembibitan umumnya 1,0–1,5% dari luas areal pertanaman yang direncanakan. Luas areal pembibitan yang dibutuhkan bergantung pada jumlah bibit dan jarak tanam yang digunakan. Dalam menentukan luasan pembibitan perlu diperhitungkan pemakaian jalan, yang untuk setiap hektar pembibitan diperlukan jalan pengawasan sepanjang 200 m dengan lebar 5 m. 
2.2.2.3 Sistem Pembibitan 
Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tahapan pekerjaan, tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama (Main Nursery). Sedangkan pada sistem pembibitan dua tahap (double stage), dilakukan pembibitan awal (Pre Nursery) terlebih dahulu selama ± 3 bulan pada polybag berukuran kecil dan selanjutnya dipindah ke pembibitan utama (Main Nursery) dengan polybag berukuran lebih besar. Sistem pembibitan dua tahap banyak dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan, karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain: 
1)      Terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan, karena telah melalui beberapa tahapan seleksi, baik di pembibitan awal maupun di pembibitan utama. 
2)      Seleksi yang ketat (10%) di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan tanah dan polybag besar di pembibitan utama. 
3)      Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu persiapan pembibitan utama pada tiga bulan pertama. 
2.2.3 Media Tanam 
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas baik, misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10-20 cm. Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu dan bahan kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah = 3 : 1 (kadar pasir tidak melebihi 60%). Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak dengan ayakan kasar berdiameter 2 cm. Proses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material lainnya. 
2.2.3.1 Kantong Plastik (Polybag) 
Ukuran polybag tergantung pada lamanya bibit di pembibitan. Pada tahap pembibitan awal (Pre-Nursery), polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 14 cm, dan tebal 0,07 mm. Setiap polybag dibuat lubang diameter 0,3 cm sebanyak 12-20 buah. Pada tahap pembibitan utama (Main-Nursery) digunakan polybag berwarna hitam dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 37-40 cm dan tebal 0,2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang diameter 0,5 cm sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dari bawah polybag. 
2.2.3.2 Pembibitan Awal (Pre-Nursery) 
Benih yang sudah berkecambah dideder dalam polybag kecil, kemudian diletakkan pada bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan secukupnya. Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 x 23 cm atau 15 x 23 cm ( lay flat ). Polybag diisi dengan 1,5 – 2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap polybag diberi lubang untuk drainase. Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari permukaan tanah dan berjarak 2 cm. Setelah bibit dederan yang berada di prenursery telah berumur 3 – 4 bulan dan berdaun 4 – 5 helai, bibit dederan sudah dapat dipindahkan ke pembibitan utama (main-nursery).
Keadaan tanah di polybag harus selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah polybag dapt menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit. Penyiraman dengan sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha memperoleh kelembaban yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman. Pembibitan Utama ( Main-Nursery ) Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm (lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian bawahnya untuk drainase. Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15 – 30 kg per polybag, disesuaikan dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di pesemaian bibit (Setyamidjaja, 2006).
 Bibit dederan ditanam sedemikian rupa sehingga leher akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar bibit di padatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x 100 cm (Setyamidjaja, 2006). 


2.2.3.3 Pemeliharaan (pada pembibitan) 
Bibit yang yang telah ditanam di prenursery atau nursery perlu dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat. 
Pemeliharaan bibit meliputi : 
1.      Penyiraman 
2.      Penyiangan 
3.      Pengawasan dan seleksi 
4.      Pemupukan 
·         Penyiraman 
1.      Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7 – 8 mm pada hari yang bersangkutan. 
2.      Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat. 
3.      Kebutuhan air siraman ± 2 liter per polybag per hari, disesuaikan dengan umur bibit. 
·         Penyiangan 
1.      Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara polybag harus dibersihkan, dikored atau dengan herbisida 
2.      Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. 
·         Pengawasan dan seleksi 
1.      Pengawasan bibit ditujukan terhadap pertumbuhan bibit dan perkembangan gangguan hama dan penyakit.
2.      Bibit yang tumbuh kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. 
3.      Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke main nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Menurut (Setyamidjaja, 2006), seleksi dilakukan sebanyak tiga kali. Seleksi pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan. 
4.      Tanaman yang bentuknya abnormal dibuang, dengan ciri-ciri:
a.       Bibit tumbuh meninggi dan kaku 
b.      Bibit terkulai 
c.       Anak daun tidak membelah sempurna 
d.      Terkena penyakit 
e.       Anak daun tidak sempurna. 
2.2.4 Pemupukan 
·         Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat, tumbuh cepat dan subur. 
·         Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk majemuk. 
2.2.5 Hama dan Penyakit
2.2.5.1 Hama
·         Hama Tungau 
Penyebabnya tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala terlihat pada daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara Semprot Pestisida atau Natural BVR. 
·         Ulat Setora 
Penyebabnya adalah (Setora nitens). Bagian yang diserang adalah daun. Gejala yang terlihat pada daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian dengan cara penyemprotan dengan Pestisida 
2.2.5.2 Penyakit
·         Root Blast 
Penyebab dari penyakit ini yaitu (Rhizoctonia lamellifera) dan (Phythium Sp). Bagian diserang akar. Gejala dapat dilihat dari bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian dengan cara pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan (Zaman, 2006).
·         Garis Kuning
Penyebab dari penyakit ini yaitu (Fusarium oxysporum). Bagian diserang daun. Gejala terdapat bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian dengan cara inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. 
·         Dry Basal Rot 
Penyebab penyakit ini yaitu (Ceratocyctis paradoxa). Bagian diserang batang. Gejala terdapat pada pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit 
2.2.6 Panen 
Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim, pemanenan kelapa sawit hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu tandan buah yang menghasilkan minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dan tetap membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus sampi batas usia ekonomisnya habis. Secara umum batas usia ekonomis kelapa sawit berkisar 25 tahun.
Kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. 


2.2.7 Pasca Panen
Pasca panen tanaman kelapa sawit dalam pengolahan bahan baku berupa Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
2.2.7.1 Jembatan Timbang
Pada Pabrik Kelapa Sawit jembatan timbang yang dipakai menggunakan sistem komputer untuk meliputi berat. Prinsip kerja dari jembatan timbang yaitu truk yang melewati jembatan timbang berhenti sekitar 5 menit, kemudian dicatat berat truk awal sebelum TBS dibongkar dan sortir, kemudian setelah dibongkar truk kembali ditimbang, selisih berat awal dan akhir adalah berat TBS yang ditrima dipabrik.





 Gambar 2.2.7.1. Jembatan Timbang
2.2.7.2  Penyortiran
Kualitas buah yang diterima pabrik harus diperiksa tingkat kematangannya. Jenis buah yang masuk ke PKS pada umumnya jenis Tenera dan jenis Dura. Kriteria matang panen merupakan faktor penting dalam pemeriksaan kualitas buah distasiun penerimaan TBS (Tandan Buah Segar).
Pematangan buah mempengaruhi terhadap rendamen minyak dan ALB (Asam Lemak Buah) yang dapat dilihat pada tabel berikut :



KEMATANGAN BUAH
Rendamen minyak%
Kadar ALB (%)
Buah mentah
14 – 18
1,6 – 2,8
Setengah matang
19 – 25
1,7 – 3,3
Buah matang
24 – 30
1,8 – 4,4
Buah lewat matang
28 - 31
3,8 – 6,1

Setelah disortir TBS tersebut dimasukkan ketempat penimbunan sementara (Loding ramp ) dan selanjutnya diteruskan ke stasiun perebusan (Sterilizer ).

 
Gambar 2.2.7.2. Penyortiran
2.2.7.3 Proses Perebusan (Sterilizer)
Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam sterilizer dilapisi Wearing Plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air condesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang.
Dalam proses perebusan minyak yang terbuang 0,7%. Dalam melakukan proses perebusan diperlukan uap untuk memanaskan sterilizer yang disalurkan dari boiler. Uap yang masuk ke sterilizer 2,8 – 3 kg/cm2, 140 derajat celcius dan direbus selama 90 menit.
Gambar  2.2.7.3. Sterilizer
2.2.7.4 Proses Penebah (Thereser Process)
·         Hoisting Crane
Fungsi dari Hoisting Crane adalah untuk mengangkat lori dan menuangkan isi lori ke bunch feeder (hooper). Dimana lori yang diangkat tersebut berisi TBS yang sudah direbus.
·         Thereser
Fungsi dari Theresing adalah untuk memisahkan buah dari janjangannya dengan cara mengangkat dan membantingnya serta mendorong janjang kosong ke empty bunch conveyor.
2.2.7.5  Proses Pengempaan (Pressing Process)
Proses Kempa adalah pertama dimulainya pengambilan minyak dari buah Kelapa Sawit dengan jalan pelumatan dan pengempaan. Baik buruknya pengoperasian peralatan mempengarui efisiensi pengutipan minyak. Proses ini terdiri dari :
·    Digester
Setelah buah pisah dari janjangan, maka buah dikirim ke Digester dengan cara buah masuk ke Conveyor Under Threser yang fungsinya untuk membawa buah ke Fruit Elevator yang fungsinya untuk mengangkat buah keatas masuk ke distribusi conveyor yang kemudian menyalurkan buah masuk ke Digester.

Gambar 2.2.7.5 Digester
·    Screw Press
Fungsi dari Screw Press adalah untuk memeras berondolan yang telah dicincang, dilumat dari digester untuk mendapatkan minyak kasar. Buah – buah yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau – pisau pelempar dimasukkan kedalam feed screw conveyor dan mendorongnya masuk kedalam mesin pengempa ( twin screw press ).

Gambar 2.2.7.5. Screw Press

2.2.7.6 Proses Pemurnian Minyak ( Clarification Station )
Setelah melewati proses Screw Press maka didapatlah minyak kasar / Crude Oil dan ampas press yang terdiri dari fiber. Kemudian Crude Oil masuk ke stasiun klarifikasi dimana proses pengolahannya sebagai berikut :
1)      Sand Trap Tank ( Tangki Pemisah Pasir)
Setelah di press maka Crude Oil yang mengandung air, minyak, lumpur masuk ke Sand Trap Tank. Fungsi dari Sand Trap Tank adalah untuk menampung pasir. Temperatur pada sand trap mencapai 95 0C
2)      Vibro Seperator / Vibrating Screen
Fungsi dari Vibro Separator adalah untuk menyaring Crude Oil dari serabut – serabut yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak. Sistem kerja mesin penyaringan itu sendiri dengan sistem getaran – getaran pada Vibro kontrol melalui penyetelan pada bantul yang di ikat pada elektromotor. Getaran yang kurang mengakibatkan pemisahan tidak efektif.
3)      Vertical Clarifier Tank (VCT)
Fungsi dari VCT adalah untuk memisahkan minyak, air dan kotoran (NOS) secara gravitasi. Dimana minyak dengan berat jenis yang lebih kecil dari 1 akan berada pada lapisan atas dan air dengan berat jenis = 1 akan berada pada lapisan tengah sedangkan NOS dengan berat jenis lebih besar dari 1 akan berada pada lapisan bawah.
Fungsi Skimmer dalam VCT adalah untuk membantu mempercepat pemisahan minyak dengan cara mengaduk dan memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak dengan Sludge. Temperatur yang cukup (95 0C) akan memudahkan proses pemisahan ini.
Prinsip kerja didalam VCT dengan menggunakan prinsip keseimbangan antara larutan yang berbeda jenis. Prinsip bejana berhubungan diterapkan dalam mekanisme kerja di VCT.
4)      Oil Tank
Fungsi dari Oil Tank adalah untuk tempat sementara Oil sebelum diolah oleh Purifier. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan Steam Coil untuk mendapatkan temperatur yang diinginkan yakni 95o C. Kapasitas Oil Tank 10 Ton / Jam.
5)      Oil Purifier
Fungsi dari Oil Purifier adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak dengan cara sentrifugal. Pada saat alat ini dilakukan proses diperlukan temperatur suhu 95o C.
6)      Vacuum Dryer
Fungsi dari Vacuum Dryer adalah untuk mengurangi kadar air dalam minyak produksi. Sistem kerjanya sendiri adalah minyak disimpan kedalam bejana melalui Nozel. Suatu jalur resirkulasi dihubungkan dengan suatu pengapung didalam bejana, sehingga bilamana ketinggian permukaan minyak menurun pengapung akan membuka dan mensirkulasi minyak kedalam bejana.
7)      Sludge Tank
Fungsi dari Sludge Tank adalah tempat sementara sludge ( bagian dari minyak kasar yang terdiri dari padatan dan zat cair) sebelum diolah oleh sludge seperator. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan sistem injeksi untuk mendapatkan temperatur yang dinginkan yaitu 95o C.
8)      Sand Cyclone / Pre- cleaner
Fungsi dari Sand Cyclone adalah untuk menangkap pasir yang terkandung dalam sludge dan untuk memudahkan proses selanjutnya.
9)      Brush Strainer ( Saringan Berputar )
Fungsi dari Brush Strainer adalah untuk mengurangi serabut yang terdapat pada sludge sehingga tidak mengganggu kerja Sludge Seperator. Alat ini terdiri dari saringan dan sikat yang berputar.

10)  Sludge Seperator
Fungsi dari Sludge Seperator adalah untuk mengambil minyak yang masih terkandung dalam sludge dengan cara sentrifugal. Dengan gaya sentrifugal, minyak yang berat jenisnya lebih kecil akan bergerak menuju poros dan terdorong keluar melalui sudut – sudut ruang tangki pisah.
11)  Storage Tank
Fungsi dari Storage Tank adalah untuk penyimpanan sementara minyak produksi yang dihasilkan sebelum dikirim. Storage Tank harus dibersihkan secara terjadwal dan pemeriksaan kondisi Steam Oil harus dilakukan secara rutin, karena apabila terjadi kebocoran pada pipa Steam Oil dapat mengakibatkan naiknya kadar air pada CPO.



















BAB IV 
PENUTUP 
4.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat saya simpulkan bahwa kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di daerah antara 120º Lintang Utara 120º Lintang Selatan. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari dan suhu optimum berkisar 240-380C.
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kuran lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Tanaman kelapa sawit akan menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 atau 4 tahun.
4.2 Saran
Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan teknologi produksi sebagai usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit.






DAFTAR PUSTAKA 

Setyamidjaja dan Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta 
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Perangin-angin, S.A. 2006. Pengendalian Gulma di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kawan Batu Estate, PT. Teguh Sempurna, Minamas Plantation, Kalimantan Tengah.
Zaman, F.F.S.B. 2006. Manajemen Pengendalian Hama dan penyakit pada Tanaman Belum Mengahasilkan di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.)  Sumatera barat.
Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal.
Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Anonim. 2012. Makalah teknik budidaya kelapa sawit. http://www.blogspot.com . (Diakses, 25 Nopember 2015)
Sulesman. 2014. Makalah budidaya tanaman kelapa sawit. http://.blogspot.co.id/.html  (diakses, 25 Nopember 2015)